Minggu, 10 Maret 2013

Membandingkan Buku Sains SD di Indonesia dan Jepang


Materi terakhir dalam MK Telaah Kurikulum yang saya ampu adalah menganalisis buku ajar Biologi yang dipakai di SMA. Saya kebetulan tahun lalu melakukan riset analisa buku ajar Biologi SMA dari tahun 1951 hingga 2010, khususnya terkait dengan substansi indigenous knowledge, jadi bahan kuliah sebagian saya ambilkan dari hasil riset tsb, namun untuk menambah wawasan mahasiswa, saya menambahkan pula materi tentang prinsip menganalisa buku ajar, dan bagaimana menyusun buku ajar yang mengedepankan literasi sains. 
Karena pernah mempelajari pendidikan di Jepang, sebagai sebuah komparasi buku ajar, mahasiswa saya bawakan pula beberapa buku sains yang dipakai SD di Jepang. Sayang sekali saya tidak mempunyai buku ajar Biologi SMA di Jepang, sehingga tidak bisa memberikan gambaran kepada mahasiswa apa saja yang dipelajari di level SMA di sana. Tetapi menunjukkan kepada mahasiswa buku ajar sains di negara lain menurut saya adalah sebuah jalan untuk melihat permasalahan yang sebenarnya mengapa pembelajaran sains di negara kita jauh ketinggalan dibandingkan dengan pembelajaran sains di negara maju seperti Jepang.
Lalu apa perbedaan yang mencolok antara buku ajar sains SD di Indonesia dan di Jepang? Saya buatkan analisa salah satu buku sains yang dipakai di kelas 6 SD di Jepang.
Yang pertama, ketika memegang buku sains Jepang, kita langsung menemukan bahwa buku-buku tersebut dicetak dengan kualitas kertas yang terbaik. Dengan menggunakan soft cover berupa kertas art cartoon tebal (gramnya saya tidak tahu), menyebabkan sampul buku sulit untuk tertekuk. Berukuran 21 x 26 cm. Kertas dalam untuk halaman buku, berjenis art paper agak tipis dari covernya.
Yang paling mengesankan adalah gambar/ilustrasi lebih banyak daripada tulisan. Sehingga dapat dikatakan bahwa buku sains Jepang berbasis gambar. Adapun buku IPA SD di Indonesia didominasi oleh tulisan. Gambar atau ilustrasi yang ditampilkan adalah foto, komik, atau skema yang ukurannya satu halaman, separuh halaman, sepertiga atau seperempat halaman. Semua gambar full color. Adapun tulisan hanyalah keterangan singkat di sisi kanan atau kiri gambar, menjelaskan tentang bagian-bagian gambar utama. Mengapa berbasis gambar? Saya kira karena anak-anak Jepang sangat akrab dengan komik, dan mereka sejak SD memang dilatih untuk bercerita berbasis gambar atau data. Presentasi yang dilakukan siswa di SD sampai SMA, jarang dilakukan dengan power point, dan kebanyakan berupa gambar yang dilengkapi tulisan (bukan tulisan dilengkapi gambar :-)  ).
Perbedaan menyolok kedua adalah, buku sains Jepang berbasis praktikum. Jika pada buku IPA SD di Indonesia, praktikum dijelaskan dalam bentuk soal cerita dan disampaikan di akhir materi, maka prosedur praktikum di buku sains Jepang dijelaskan dalam bentuk gambar dan disajikan di awal. Saking mencoloknya kegiatan praktikum ini, maka semua bab diawali dengan praktikum untuk sampai pada teori. Atau dengan kata lain, mereka menggunakan prinsip induktif-deduktif, dan metode konstruktivist. Materi praktikum berangkat dari pengalaman sehari-hari, sehingga sifat kontekstual materi sangat kental. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa buku sains Jepang mengedepankan Keterampilan Proses Sains (KPS) atau aspek psikomotorik untuk mencapai atau menguasai aspek pengetahuan sains (kognitif).
Yang ketiga adalah bentuk pertanyaan yang diajukan untuk mengawali sebuah materi baru adalah dengan kata tanya bagaimana, mengapa dan apa yang terjadi. Sebenarnya di buku IPA SD di Indonesia, pertanyaan semacam ini juga ada, tetapi teknik menjawabnya sangat berbeda. Jika di buku sains Indonesia, jawaban pertanyaan berupa penjelasan dalam bentuk teks, maka di buku sains Jepang, penjelasan berupa kegiatan praktikum, atau gambar komik.
Yang keempat adalah, sub judul yang dipergunakan di buku sains Jepang, bentuknya adalah kalimat ajakan, misalnya, kangaeyou (mari kita pikirkan), shirabeyou (mari kita cari/teliti), hanashiaou (mari kita diskusikan), katsuyou shiyou (mari kita terapkan),kakunin shiyou (mari kita buktikan) dan happyou shiyou (mari kita presentasikan). Bentuk ajakan seperti ini tentu berbeda dengan bentuk kalimat perintah yang sering dipakai dalam buku ajar IPA SD di Indonesia, yaitu : lakukanlah kegiatan berikut ini, berdiskusilah dengan temanmu, dll. Ajakan dan perintah nuansanya berbeda. Ajakan bersifat lebih lemah dan menggambarkan relasi yang setara antara yang mengajak dan yang diajak, sementara perintah menunjukkan relasi majikan buruh. Ini, sekalipun kecil, dampak psikologisnya tentu berbeda.
Untuk mendapatkan gambaran sajian buku sains Jepang, maka saya tampilkan foto di bawah ini.

Keterangan gambar :
Gb kiri atas adalah sampul buku sains IPA kelas 3,4,5,dan 6
Gb kanan atas adalah salah satu halaman buku sains kelas 6
Gb bawah adalah salah satu bentuk evaluasi buku sains kelas 4
Urutan penyajian salah satu buku sains kelas 6 SD Jepang adalah sebagai berikut : 1)Fushigi o mitsukeyou (Mari kita temukan rahasia/misteri); 2) Shiraberu keikaku o tateyou (Mari kita rancang metode/teknik penelitiannya); 3) Shirabeyou (mari kita teliti/cari); 4. kekka o matomeyou (mari kita simpulkan hasilnya).
Hal lain yang membuat iri adalah bahwa semua buku sains SD dan SMP disediakan gratis oleh pemerintah, karena merupakan bagian dari program wajib belajar.
Mengajak anak untuk menggemari sains diawali dengan memotivasi anak membaca buku-buku sains, dan yang pertama kali harus mereka minati adalah buku pelajaran. Literasi sains, yaitu kemampuan anak menguasai pengetahuan sains, membaca, menulis dan mengkomunikasikan sains dicapai dengan bahan ajar yang menekankan hal itu. Agar semua anak tertarik untuk membacanya, maka buku sains harus disajikan dengan menarik, dan diajarkan dengan menekankan aspek “pengalaman”, artinya anak harus menemukan sendiri pengetahuan sainsnya melalui proses penelitian, observasi, membandingkan, menestimasi, memberi perlakuan, menginterpretasi, hingga menyimpulkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar