Minggu, 10 Maret 2013

Pendidikan Karakter Jepang, Cerminan Bangsa Maju


Menyebut kata “Jepang”, yang terlintas di benak kita pasti tak jauh-jauh dari profil suatu negara yang canggih, maju, stabil, berbudaya tinggi, dan menguasai teknologi dan industri. Sebenarnya, bagaimanakah sebuah negara kepulauan yang luasnya terbatas dan sering dilanda bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami mampu berjaya di dunia global sedemikian rupa? Kali ini kita akan melihat dari sistem pendidikan Jepang, mengapa mereka dapat maju hampir dalam berbagai bidang dan memiliki sumber daya manusia yang dapat diandalkan.
Kemajuan teknologi di Jepang, tak terlepas dari peran sistem pendidikan yang dikembangkan di negaranya. Pendidikan di Jepang mulai mengalami kemajuan sejak dilakukannya reformasi pendidikan pada masa Restorasi Meiji (Meiji Ishin) dan bertambah pesat setelah masa pendudukan Amerika Serikat (setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II). Tekad dan semangat bangsa ini untuk bangkit dari keterpurukan sangat patut diacungi jempol, sebagaimana hasilnya dapat kita saksikan saat ini.
Pendidikan memegang peranan yang signifikan pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Pendidikan sedari dini, yang ditanamkan kepada siswa Jepang di sekolah dasar lebih ditekankan kepada pendidikan karakter dan pendidikan nilai-nilai moral. Sebagai contoh, dalam penyampaian mata pelajaran moral, tentang berbohong, pendekatan yang dilakukan oleh guru Jepang adalah tidak dengan mendoktrin tentang pentingnya untuk berlaku jujur, namun dengan mengajak anak-anak berdiskusi tentang akibat-akibat berbohong. Tidak ada yang malu bertanya dan mentertawakan teman yang sedang bertanya, bahkan dalam menjawab pertanyaan guru pun, semuanya beradu cepat serentak mengacungkan tangan seraya meneriakkan “haik” dengan lantang. Diskusi interaktif itu menggiring siswa untuk berpikir tentang pentingnya melaksanakan nilai-nilai moral yang akan diajarkan. Tidak ada proses menghafal, juga tidak ada tes tertulis untuk pelajaran moral ini. Untuk mengecek pemahaman siswa tentang pelajaran moral yang diajarkan, mereka diminta untuk membuat karangan, atau menuliskan apa yang mereka pikirkan tentang tema moral tertentu. Kadang mereka juga diputarkan film yang memiliki muatan moral yang akan diajarkan, kemudian mendiskusikan makna dari film tersebut.
Hal yang bertolak belakang dengan apa yang kita lihat di Indonesia, penyampaian pelajaran moral di sekolah lebih banyak hanya berupa doktrin, sebatas ritual dan hafalan belaka tanpa diikuti penjelasan makna mengapa semua itu harus dilakukan. Padahal, yang lebih penting adalah menanamkan pemahaman dan kesadaran pada anak mengapa suatu hal harus dan tidak boleh dilakukan.
Bercermin dari keberhasilan masyarakat Jepang dalam mendidik generasi penerus bangsanya melalui pendidikan karakter dari usia dini, hendaknya pendidikan moral dan karakter di Indonesia perlu dikembangkan dengan pola berpendapat melalui diskusi interaktif, dan sistem evaluasinya tidak dilakukan dalam bentuk multiple choice, melainkan dalam bentuk uraian dimana siswa dapat menjelaskan argumennya, sehingga dapat menunjukkan sejauh mana pemahaman siswa terhadap pendidikan moral itu sendiri, disamping itu peran keluarga dirumah, terutama ibu hendaknya juga dilibatkan dalam pendidikan moral ini demi menunjang keselarasan antara ilmu yang didapatkan di bangku sekolah dengan contoh pengaplikasiannya di kehidupan sehari-hari.
Salah satu contoh menarik yang mengajarkan tentang teamwork dan kepemimpinan, terlihat dari sistem keberangkatan siswa SD Jepang ke sekolah mereka. Siswa SD Jepang diharuskan berjalan kaki ke sekolah, mereka berkumpul di pos masing-masing tiap-tiap wilayah secara berkelompok, tidak ada yang berjalan sendiri, saling menunggu dan akan berangkat apabila anggota kelompok sudah lengkap, mereka berjalan berbaris di pimpin anggota kelas 6 yang berjalan di urutan paling depan. Jadwal masuk pintu gerbang sekolah hanya 10 menit, dari pukul 7:50-8:00. Menariknya, kelompok pertama yang mencapai gedung sekolah tidak akan memasuki gerbang sekolah terlebih dahulu, mereka berbaris rapi di depan gerbang, menunggu kedatangan kelompok yang lainnya. Begitu kelompok berikutnya tiba, mereka saling mengucapkan salam, “ohayougozaimasu! (selamat pagi), disambut langsung dengan jawaban “ohayougozaimasu!” kembali. Lalu mereka menyambung barisan menanti teman-teman lainnya datang, membuat barisan menjadi semakin panjang. Begitu kelompok terakhir datang, kelompok-kelompok tersebut memasuki pintu gerbang dengan barisan yang rapi, tidak berpencar, tanpa ada keributan, dan hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Meskipun dalam cuaca dingin bersalju, semua siswa tetap melakukannya dengan penuh semangat, rasa sabar yang tinggi dan tanpa berkeluh kesah.
Belajar dari hal tersebut diatas, dapat kita jadikan sebagai contoh dan ide yang bernilai apabila diterapkan juga kepada siswa di Indonesia, sehingga mampu mengajarkan arti tanggung jawab dan peran seorang siswa untuk bekerja sama dalam sebuah tim.
Berjalan efektifnya suatu metoda ajar dalam dunia pendidikan, tak terlepas dari peran seorang guru, sebab guru lah yang menjadi sosok teladan dan contoh yang baik bagi siswanya. Di Jepang sendiri, dengan diadakannya pelatihan guru untuk menjadi tenaga professional, salah satunya dengan pemberlakuan evaluasi guru, pemberian penghargaan dan bonus kepada guru yang berprestasi, pembentukan suasana kerja yang kondusif untuk meningkatkan etos kerja, dan pelatihan bagi guru yang kurang cakap di bidangnya, mampu menghasilkan guru-guru dengan kualitas yang sangat baik.
Perbaikan yang kita lakukan dalam bidang pendidikan dinegara kita tidak akan berhasil jika hanya dilakukan pada satu sisi. Seharusnya reformasi dilakukan menyeluruh agar sistem yang benar-benar berjalan baik dapat dihasilkan. Salah satu langkah yang paling penting dan efektif dalam reformasi sistem pendidikan kita adalah memperbaiki kualitas, kinerja dan penghargaan terhadap guru. Kualitas dan kinerja guru dapat dilakukan dengan meningkatkan komitmen dan kompetensi guru. Guru harus memiliki pemahaman yang mendalam atas materi yang akan disampaikan dan mampu menyampaikan materi dengan penuh kreatifitas dan improvisasi yang orisinil, sehingga proses belajar mengajar terasa segar dan alami. Pemerintah perlu merumuskan kebijakan guna mengembangkan kemandirian guru dan memberikan otonomi serta kebebasan yang lebih luas pada sekolah dan guru. Penghargaan terhadap profesi guru pun perlu ditingkatkan.
Semoga pendidikan karakter yang diperlihatkan masyarakat jepang, bisa menjadi contoh bagi kita semua, bahwa bangsa yang maju, tercermin dari karakter dan moral yang diperlihatkan oleh masyarakatnya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar