Minggu, 10 Maret 2013

Pendidikan Pra Sekolah di Jepang

Model pendidikan dasar di jepang adalah favorite saya (hehe..secara baru tahu model di Jepang dan Indonesia). Anak tidak terbebani oleh pelajaran yang mestinya belum didapat mereka pada usianya.
 
Sebagai wali murid di hoikuen (semacam play group/TK untuk anak dibawah 6 tahun) dan mulai April tahun ini juga sekaligus wali murid SD, rasanya pendidikan ala Jepang tidak hanya menyenangkan bagi anak tapi juga bagi orang tua murid seperti saya (terlepas adanya stigma negative juga perihal style murid Jepang yang terkesan mesti seragam, dan disaat satu anak tidak 'seragam', rentan oleh adanya 'ijime' atau pengucilan).
 
Di hoikuen - saat pagi saya antar anak-anak - pastilah di pintu gerbang, sensei dari masing-masing kelas selalu menyambut mereka.
"ohayyo gozaimasu"...terucap dan dengan senyum menyambut. Memberi rasa tenang saya sebagai orang tua murid. Mengajak anak-anak untuk mulai hari dengan senyum dan bahagia. Terkadang sensei berbincang sedikit dengan saya (walao saya sering gak paham, hanya haik..haik saja).
 
Kegiatan utama di hoikuen adalah bernyanyi, bermain, dan olah raga.Bermain disini bisa diartikan berbagai macam. Benar-benar bermain semacam mobil-mobilan , boneka, atau robot, bisa juga bermain ketrampilan seperti membuat origami ( ketrampilan membuat benda-benda seperti pesawat, kapal, dari kertas), mencipta mainan sendiri dari bahan-bahan bekas seperti kotak susu/jus, dan juga menggambar. Diantara kegiatan itu, selalu terselip 'etika' untuk menghormati sensei/orang tua, belajar tertib dalam mengembalikan mainan yang sudah dipake, belajar antri, makan bersama yang rapi. Bahkan diajarkan juga ke toilet untuk antri. (mungkin juga untuk simple-nya, tapi tetep saja memberi edukasi untuk anak-anak agar terbiasa antri).
 
Setiap 3 atau 4 bulan sekali ada undokai, sejenis penampilan olahraga/seni yang diadakan pada hari libur. Bukan hanya orang tua saja yang datang melihat, kakek nenek pun banyak yang datang untuk melihat kepandaian cucunya. Untuk anak-anak kelas 1 tahun, penampilan mereka masih sangat sederhana. Terkadang hanya berbaris di depan, didampingi sensei, menyanyi satu buah lagu dengan sedikit berlenggok. Ada yang bisa menyelesaikan menyanyi sampai tuntas, tapi ada juga yang hanya menangis di depan. Tapi kami semua yang melihat selalu menyemangati mereka. Akmal yang kelas 2 tahun pun, saat pertama tampil bersama kelasnya hanya berdiri di depan dan menangis sepanjang sisa pertunjukan . Tapi pada undokai selanjutnya, dia sudah tampil cukup percaya diri. Bangga saya padanya, karena bukan hal yang mudah untuk berdiri di depan banyak orang.
 
Untuk kelas yang besar (4 - 5 tahun), penampilan mereka lebih bervariatif. Ada atraksi dengan musik, ada lomba kelompok. Begitu riuh kami menyemangati mereka. Kalah dan menang bukan masalah, yang terpenting adalah usaha dan kekompakan. Ada juga sesi untuk orang tua murid/ kakek nenek. Jadi tujuan diadakannya undokai adalah selain memberi kesempatan anak-anak untuk unjuk kegiatan, juga menyatukan hubungan hoikuen dengan orang tua murid. 
 
Anak-anak mendapat makan siang di sekolah. Itulah salah satu makna 'kebersamaan' dalam pendidikan di Jepang. Orang tua juga mendapatkan daftar menu makan anak selama 1 bulan ke depan. Dengan demikian, orang tua bisa mengetahui asupan gizi yang sudah diterima anak-anak di sekolah. Bahkan daftar menu itu sangat lengkap dengan keterangan berat makanan maupun jumlah kalori. Berhubung saya muslim, maka setiap kali pada menu makan siang ada daging babi, ayam maupun sapi, maka anak-anak membawa bentou sendiri dari rumah. Untung sensei sangat mengerti keadaan ini karena di hoikuen tersebut ada beberapa anak-anak muslim lainnya. Sensei juga berbaik hati untuk memberi tanda pada hari-hari dimana ada menu daging, sehingga saya bisa membuat menu, setidaknya dengan kandungan bahan yang sama dengan menu makan siang teman-teman mereka.
 
Hasil karya anak-anak juga sangat terhargai, apapun itu bentuknya. Pada akhir tahun ada yang namanya 'sakuhinten' dimana semua karya anak, baik itu menggambar, membuat kreasi robot dari bahan2 karton, dan lain-lain, dipajang sebagai pameran. Orang tua murid datang untuk menikmati hasil karya anak-anak selama 1 tahun di hoikuen.
 
Yang namanya Akmal (3,5 tahun) walo hasil gambarnya macam benang ruwet, bola-bola kacau, tapi sejujurnya saya sangat bangga padanya. Saya berikan pujian tulus kepadanya, "akumaru kun (hehe...ini panggilan di sekolah) josu desune...."
 
Memberi pujian kepada anak -saya percaya - akan menumbuhkan rasa percaya diri padanya.
 
(to be continued, insha allah).
 
 
ket: ohayyo gozaimasu : selamat pagi; sensei : guru; haik : ya, bentou : bekal; josu desune : pintar ya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar